Bapak
Bapak saya namanya Harinto. Udah gitu aja. Sering karena namanya kependekan, akhirnya tiap kali bapak nulis nama dikasih spasi biar kelihatan panjang, kayak gini nih:
h a r i n t o
Bapak saya pendiam dalam keluarga, tapi bisa lebih terbuka jika di depan umum. Sering kalo temen-temen saya ke rumah, Bapak akan bersikap akrab layaknya anak sendiri. Tapi kalo sama keluarga sendiri, beuh pendiem banget wkwk
Bapak baru aja menyelesaikan kuliah S1nya 2 tahun lalu. Udah punya gelar dong ya. Tapi bapak saya berbeda. Disaat orang lain berlomba memajang nama mereka dengan gelarnya sepanjang mungkin, bapak saya tetap setia menggunkan nama aslinya.
h a r i n t o

Ibuk
Ibuk kebalikan dari bapak. Maka ga heran kalo tiap hari mereka bertengkar kecil tentang hal remeh. Well, sebenernya cuma ibuk aja yang ngomel-ngomel, bapak tetep pasang sikap sok cool hahaha.
Ibuk banyak bicara, tipikal ibu penyayang pada umumnya. Tiap hari ngeledek saya yang endut tapi cemas berlebihan kalo saya ga makan sampe siang. Hufht kapan kurus coba
Ibuk mudah tersentuh, baik cerita di tv apa kejadian yang ibu jumpai sehari-hari. Ada tukang tape lewat seminggu sekali didepan rumah, ibuk pasti beli. Kasian, jalan jauh nenteng tape, kata ibuk. Ada tukang gethuk lewat depan rumah, ibuk pasti beli. Kangen makan gethuk, kata ibuk. Ada yang curhat kehidupannya sedikit, mata ibuk langsung berkaca-kaca. Setidaknya saya tahu sih darimana sifat cengeng saya berasal *ups

Rumah ini hangat dan menyenangkan. Bapak pulang, ibuk langsung ribet nyiapin es teh dan masakin sayur bening kesukaan bapak. Bapak piknik seharian, ibuk jadi agak galau dan sedih, juga ga sabar buat menanti bapak pulang piknik. Ibuk pergi kerumah pakuo pas bapak tidur, bapak bangun-bangun langsung nyariin. Mereka sering bertengkar tapi sering kangen juga. Keromantisan mereka mungkin ga kayak sinetron di tv-tv (sinetron India malah ngeri ya mamak mertuanya wkwk), tapi melihat mereka berdua hati saya jadi ayem, sekaligus bersyukur karna sudah ditakdirkan menjadi anak mereka.




"Sudah kuliah semester 6, kalian sudah dapet apa?"
(Bu Lina, dosen Pengelolaan Pasca Panen)

um.. Apa ya Bu?
Dapet IP juga gak bagus-bagus amat, gak kepikiran blas buat bisa cum laude :'D
Dapet ilmu. Hah, ilmu apa. Hari ini dapet, besoknya lupa lagi.
Dapet pengalaman magang ding Bu, bisa ngerasain jadi anak kost. Apa-apa sendiri. Ketar-ketir kalo tanggal tua.
Dapet pacar. Hehehehe...

Dapet apa ya Bu?
Kok saya jadi kepikiran terus sama pertanyaannya ibu.
Bentar lagi (semoga lancar amin) saya akan berhadapan dengan skripsi.
Nanti gimana ujian proposal saya ya Bu?
eh, outline aja belum selesai.
Udah kejauhan mikir sampe ujian proposal. Seminar hasil.
Review jurnal Pak Hambeg aja masih setengah dikerjain.

Saya harus gimana ya Bu?
Berat ini.
Niatan sudah ada. Sudah lancar mengerjakan dan menyicil tugas.
Buka google, aman. Gak ngelantur kemana-mana.
Giliran buka facebook, malah asik stalking temen-temen lama.
Capek buka facebook, ngecek hape, keterusan buka whatsaap.
buka BBM.
Instagram.
Main game Bung Kata
Main game Masak-Masak
Main game Piano Tiles.
Terakhirnya, baca webtoon horor sampe ketiduran.

Niatan saya hanya sebentar ya Bu?
Setelah itu gagal fokus lagi.
Sedih saya Bu, sedih.
Tapi herannya, kok ya masih saya ulangi terus.

Dikit-dikit saya berubah deh Bu.
Bukan buat ibu, tapi buat saya.
Bukan karena biar bisa jawab pertanyannya ibu,
tapi biar bisa jawab pertanyaan saya sendiri.
Mau kemana arah outlinemu?
Mau kerja dimana sehabis kuliah?
Apa kamu layak untuk bisa diterima bekerja di tempat incaranmu itu?

Doakan saya ya Bu,
Terima kasih untuk pertanyannya.
Hari ini tanggal 4 Februari 2014.
Tinggal 7 hari lagi bagi saya untuk menyelesaikan magang. Untuk bertemu Yoga.
Dih.. kangennya setengah mati!

Dahulu saya sering menganggap remeh mereka yang LDR-an, saya pikir ah cuma terpisah jarak jauh kok, apa sussahnya?
Sekarang saya ditampar balik sama perkataan saya sendiri. Asal tahu saja, ditampar balik itu lebih menyakitkan.

Saya magang di Kaliurang, sedangkan Yoga di Bogor. Pernah saya iseng-iseng mengukur jarak tempat kami magang dengan menggunakan Google Maps, hasilnya diperlukan kurang lebih 11 jam perjalanan dengan mobil untuk menempuh jarak Kaliurang-Bogor. Jarak terjauh yang pernah saya alami dengan Yoga sampai detik ini.
Sebelum magang, saya sudah memaksa mengancam janjian dengan Yoga untuk video call setiap malam sehabis jam kerja magang. Bahkan kami pergi ke counter bareng untuk membeli perdana berkuota besar agar LDR-an kami lancar. Sudah persiapan lah, istilahnya. Sudah punya bekal untuk jauh-jauhan selama sebulan.
Namun takdir berkata lain. Tempat Yoga magang sungguh pelosok, hanya satu provider saja yang bisa menjangkaunya (jangan menebak itu provider t***o**e* ya, sama sekali gak nyaut juga disana). Itupun hanya bisa sms dan telfon. Itupun harus jauh naik ke lapangan, jalan kaki biar bisa dapet sinyal buat telfon dan sms. Sia-sia kuota yang kami beli. Sia-sia.

Awal magang, saya benar-benar diuji. Saya terbiasa ketemu hampir tiap hari sama dia, watsapan hampir tiap malem. Sekarang buat sms aja susahnya minta ampun. Bisa nunggu semalaman cuma biar sms saya ke dia bisa kekirim. Sanggupkah saya? Sanggupkah kami?
Puji Tuhan, Yoga mau berjuang buat naik ke lapangan sehingga bisa nelfon. Puji Tuhan ada Virgi yang nemenin. Meskipun kadang saya kesal karna merasa dia sama sekali tidak berusaha untuk menghubungi saya, tapi saya tahu bahwa dia sudah berusaha sebisanya. Bahwa gak cuma saya aja yang kesiksa kala datang hujan lebat di malam hari atau ada tugas lembur mendadak sehingga kami tidak bisa sms atau telfon. Dia memang jarang bilang 'kangen' secara langsung, tapi hati saya bisa merasakannya kok :')

cepet pulang ya, Hasian. Seminggu lagi. Pulang Solo. Aku jemput kalo bisa.
Kungfu Panda 3 udah masuk coming soon lho.. Kita udah janjian mau nonton itu habis magan kan..
Aku mendokanmu disini seperti kamu mendoakanku disana. Biarlah untuk sebulan ini kita bertemu dalam doa dulu :')
Rinduku sudah tidak bisa digambarkan lagi. Tidak bisa dibandingkan lagi.
Seminggu lagi ya Hasian, seminggu lagi.
Aku menantimu.

Saat beban hidupku seakan bertambah berat,
Saat tanggung jawab yang kuemban semakin banyak,
Saat aku mulai dipercaya orang lain untuk menentukan dan memutuskan arah hidupku,

Kamu hadir, tepat pada waktunya.

Entah apa jadinya bila kamu tidak ada,
Atau bila kamu hanya hadir seperti orang lain. Hadir tanpa kesan.

Tetaplah hadir
Tetaplah mendukungku meski tak banyak orang yang tahu
Tetaplah bersamaku meski banyak yang meremehkan bahwa ini akan berhasil.

toh bukan mereka yang tentukan, tetapi kita, tentu saja dengan penyertaan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Pasangan hidup tidak ditentukan, tapi dibentuk. :)

Saat ku hancur hati
Ku datang padaMu
Kau beri kekuatan dan b'ri penghiburan
Saat tak seorangpun dapat kuandalkan
Kau yang memberi jalan
Kau yang menuntunku

Saat ku tak mengerti
Dalam hidup ini
Namun firmanMu selalu menerangiku
Engkau yang buatku kuat lewati semua
Engkau pertolonganku
Tempat harapanku

Tuhan, kupercaya janjiMu
Dalam hidupku
Kau b'ri kemenangan
Tuhan, Kau s'lalu setia
Didalam hidupku
Kau berharga bagiku
Kaulah jaminanku
Dalam hidupku
Minggu kedua perkuliahan.

Pukul 10.17 WIB. Masih aman, pikir saya. Hari ini ada kuliah Produksi dan Penyimpanan Benih pukul 10.15, semoga dosennya belum datanglah ya..

Saya melenggang santai melewati halaman depan gedung A dengan diiringi tatapan penasaran dari kakak-kakak tingkat yang duduk-duduk di depan lab HPT. Hari ini kampus sepi sekali! Heran. Biasanya jam segini udah ramai lho, apa saya yang datangnya kepagian ya?

Saya naik ke lantai dua. Suasananya tetap sepi.

Saya naik ke lantai tiga. Benar-benar senyap.

Saya mengintip kelas-kelas yang saya lewati. Semuanya sudah ada dosen. Wah, apa memang sekarang jam kuliah dibuat benar-benar on time ya?
Sampai di ruang 19, saya lihat Danu di pojokkan, masih pake jaket. Dia pasti telat kayak saya, karna rumah kita sama-sama jauh dan kita sama-sama sering kesiangan (sok tau banget ye wkwk). Saya masuk kelas dengan tenang, duduk di sebelah maymun, dan mendapat tatapan penasaran dari teman-teman lain, termasuk dosen.

'Hai.' Sapa saya ke Maymun dengan ramah.
'Kamu kemana aja?' Maymun melongo heran.
'Biasa, kesiangan..' Jawab saya santai sambil melepas jaket. 'Udah mulai lama to, Mun?'
'Banget.'
'Hahahahahaha.' Saya kira Maymun bercanda. Tapi raut mukanya tetap serius.
'Eh, beneran udah lama?'
'Udah yo. Kuliahnya mulai jam 09.20. Kan semua kelas serempak mulai jam segitu Hari Senin.'
'Eh?' Giliran saya yang megap-megap. Dengan panik mengeluarkan notes ajaib saya yang berisi jadwal kuliah.
'Nih, ini disini jam 10.15 kok.'
'Iya vie, kamu salah jadwal itu..'
'Kemaren aku telat juga gak papa. Kirain emang dosennya on time. Ternyata aku salah jadwal?'
'Iya hahaha.'
'Gak diusirpun sama dosen?'
'Gak mungkin lah diusir.'
Saya masih bengong. Berharap tidak dihapali dosen Produksi dan Penyimpanan Benih karena saya sudah dua kali telat datang, terlambat satu jam lagi.
Saya masih syok. Saya awali kuliah semester lima ini dengan mengucapkan..
'Duh!'

‘Dia akan mendampingi Maria seumur hidupnya dalam menunaikan tugasnya. Ada banyak pekerjaan yang dapat dilakukan oleh seorang insinyur di tempat yang terpencil ini, kata Maria tadi. Dan Guntur percaya pada kata-katanya. Dia juga percaya, tidak semua cinta harus diakhiri oleh sebuah perkawinan. Kadang-kadang tujuan yang lebih luhur lagi.’

Paragraf itu merupakan penggalan dari Novel Merpati Tak Pernah Ingkar Janji karya Mira W. Novel jadul memang, jadul banget. Secara novel itu difilmkan pada tahun 1985. Tahun 1985 saja bapak ibuk saya belum menikah hahaha. Tapi dari novel jadul itulah saya belajar banyak hal, sekaligus memiliki banyak pertanyaan, yang ditujukan buat diri ini sendiri.

Hal yang paling sulit dilakukan orang tua adalah membiarkan anaknya untuk bebas memilih. (Dedi Corbuzier)
Di awal novel, diceritakan bahwa Maria adalah gadis SMA yang sejak kecil sudah “diserahkan kepada Tuhan” oleh ayahnya, seorang Romo yang mundur dari komitmen untuk hidup selibat. Maria sejak kecil sudah dipersiapkan untuk menjadi biarawati, menggantikan ibunya yang mantan biarawati. Ya, ayah Maria adalah Romo dan ibu Maria adalah calon biarawati. Ayah Maria sering menjadi semacam dosen tamu bahasa latin di sekolah ibu Maria. Suatu ketika ayah Maria mengundurkan diri menjadi Romo dan Ibu Maria tidak melanjutkan sekolah biarawatinya. Ternyata mereka menikah, pindah ke Banyumas dan melanjutkan hidup bersama. Namun, ibu Maria meninggal saat melahirkan Maria. Romo merasa tragedi tersebut adalah hukuman untuknya sehingga ia bertekad mempersembahkan Maria kepada Tuhan untuk menyilih dosanya.
 ‘Aku telah mengambil milik Tuhan, Romo. Biarlah Tuhan mengambil milikku juga.’ (Handoyo, Ayah Maria)

Meskipun Maria bersekolah di sekolah khusus perempuan, dimana tidak ada satupun laki-laki di sekolah itu, namun tetap saja Maria merasa kaget dengan dunia barunya. Selama ini Maria tidak pernah bersekolah formal, ayah Maria hanya mendatangkan guru untuk mengajarinya di rumah. Bahkan (maaf) Maria tidak pernah memakai bra, bahkan tidak tau bra itu apa. Maria juga syok saat mendapat haidnya yang pertama (setting novelnya memang tahun ’80 an sih, malah saya lebih kaget kenapa Maria lama banget dapet haidnya wkwk. Pubertas memang terjadi lebih cepat sekarang). Teman-teman Maria juga bisa dibilang bandel, meski memang masih tergolong bandel SMA yang wajar, sih.
Konflik memuncak semenjak Maria mengenal cinta dari lelaki bernama Guntur (Tuh, lagi-lagi lakik. Emang semua tuh salahnya lakik). Guntur yang tampan, berani, dan gigih untuk mendekati Maria membuat Maria luluh bahkan –tanpa disadarinya- menaruh hati pada Guntur. Guntur bukan tokoh suci keleus, awalnya Guntur mendekati Maria semata-mata untuk menang taruhan. Namun semakin ia mengenal Maria, semakin ia sadar bahwa Maria berbeda, Maria unik. Dan maria pantas untuk diperjuangkan. Duh mas Guntur….
‘Terus terang mula-mula aku memang tidak serius dengan kamu. Aku tidak pernah serius dengan gadis manapun kok, Mar! tanya temen-temenmu deh kalau nggak percaya! Tapi entah mengapa setelah kita berada bersama-sama seharian itu, aku mulai tertarik kepadamu. Serius nih, Mar! Jadi kalau biara penuh atau kalau kamu ditolak karena tidak memenuhi syarat jadi biarawati atau ayahmu sakit-sakitan terus sehingga dia berubah pikiran, lebih baik menjadikan kamu dokter daripada pertapa, tolong ingat aku, Mar! Aku masih selalu menunggumu! Aku akan belajar baik-baik, merapikan rambutku, menukar T-shirt dan jeans kumalku dengan kemeja putih dan dasi supaya ayahmu tidak malu punya menantu seperti aku. Benar nih, Mar! Aku janji! Kapan kita ketemu lagi, Maria?’ (surat cinta Guntur untuk Maria. Jaman dulu udah ngomong jadi menantu-menantu ye padahal masih SMA hahaha)
Dapatkah kita mencintai tanpa memiliki?
Saya kasih tau ya, endingnya seperti apa. Toh di blog-blog lain juga udah dikasihtau kan hahaha.
Jadi, si Maria ini kabur dari rumah. Ayahnya memang menakutkan saat benar-benar marah, bahkan sampai memukul Maria. Tinggalah Maria di rumah Elita, sambil menunggu waktu yang tepat (entah kapan) untuk pulang. Tapi ayah Maria terlanjur marah besar, dan menganggap bahwa Guntur-lah yang membawa lari Maria. Kenapa ayah Maria bisa tau Guntur? Karena ayah Maria menemukan album foto berisi foto-foto Maria yang sedang berdansa bersama Guntur. Singkat cerita, ayah Maria melabrak Guntur di rumahnya, marah-marah mencari Maria. Teman-teman Guntur membela si Guntur dong, meski (menurut saya) dengan cara yang sangat tidak sopan untuk diperlihatkan di depan orang yang lebih tua.
Gatot, teman Guntur, menodongkan pistol ke ayah Maria sebagai tindakan intimidasi. Ayah Maria bukannya mundur malah semakin maju, menantang Gatot untuk segera menarik pelatuknya. Eh, ditarik beneran sama Gatot. Guntur sigap melindungi ayah Maria, namun dia terkena tembakan pas di hatinya (cieh. Loh wkwkwk). Gatot dan ayah Maria ditangkap polisi, Guntur berdarah-darah dioperasi di rumah sakit. Maria nih, sekalinya bikin masalah langsung bikin satu orang masuk rumah sakit..
Harapan hidup Guntur sangat kecil karena hati tidak bisa diangkat (ada nih, yang takut banget minum obat habis baca ‘disfungsi hati’ di kontra indikasinya. Hayo mas.. Hati yang sakit tidak bisa diangkat lho. Makanya kamu jangan menyakiti hatiku. Hati kita ding). Maria yang merasa bersalah langsung lari keluar dari rumah sakit lalu mencegat taksi (sorry to say, tapi ini memang drama banget) meninggalkan teman-teman yang memanggilnya untuk kembali, meninggalkan Guntur yang dalam kondisi setengah mati setengah hidup di rumah sakit, meninggalkan ayahnya yang harus mendekam di penjara beberapa bulan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Tetapi keputusan terakhir di tangan Tuhan. Dengan penciptanyalah manusia telah berjanji kapan dia harus kembali.

Lalu kemana Maria pergi? Dia kan tidak punya uang sebanyak Paman Gober untuk mengelilingi dunia naik taksi.
Bentar dulu to ah, sabar.

Lalu dia melihat patung itu. Patung yang menjulang tinggi di hadapannya. Patung yang mirip dengan gambar Yesus di kamarnya. Di Kaki-Nya-lah dia tersungkur. Dan tiba-tiba saja ada secercah kedamaian menjalari hati Maria.
“Kupersembahkan seluruh hidupku sebagai ganti hidupnya, Tuhan!” bisik Maria, terharu. “Kuserahkan diriku seutuhnya ke dalam tangan-Mu!”
Yow. Begitulah endingnya. Intinya Guntur sembuh, bertobat, sukses jadi insinyur. Maria, bagaikan merpati yang tidak pernah ingkar janji, tidak pernah mengingkari janjinya kepada ayah dan Tuhan untuk menjadi biarawati. Ayah Maria melakukan pelayanan di pedalaman Papua. PujiTuhan mereka dapat bertemu setelah 17 tahun berpisah. Meskipun mereka bertemu pada kondisi yang amat sangat mengharukan sekaligus menyayat hati. Jujur saya gak sampe hati buat menulis pertemuan mereka disini. Saya tidak terlalu tegar untuk melakukannya, maaf L

Saya ulangi lagi,
Dapatkah kita mencintai tanpa memiliki?
Ketika Guntur diantarkan meninjau keadaan rumah sakit itu, dan melihat apa artinya seorang Maria bagi pasien-pasien disini, tiba-tiba saja dia sadar, Maria terlalu mahal jika diciptakan hanya untuk melayaninya seorang diri.
Saya belajar banyak hal, banyak sekali, dari novel ini. Novel yang awalnya saya baca sambil lalu untuk mengisi waktu luang malah membuat perasaan saya jungkir balik pagi-pagi. Membuat saya bersyukur karena bisa mencintai bapaknya Bona tanpa harus merasa berdosa J

Merpati yang terbang lepas itu kini telah kembali ke sarang. Merpati memang tak pernah ingkar janji. Menjelang petang, dia pulang memenuhi janjinya.


Nb: semua kalimat yang tercetak tebal merupakan penggalan dari novel tersebut. Dan kata-kata bercetak tebal itulah yang sukses bikin saya nangis pagi-pagi.